Senin, 28 Desember 2015

Houtman Zainal Arifin




Bapak Houtman Zainal Arifin adalah seorang Ex Vice President Citibank yang karena kasih sayangnya terhadap anak yatim, ia rela menjadi pemulung selama 20 tahun.
Memulung? Ya, sejak 20-an tahun lalu, setiap jelang tengah malam beliau berkeliling Jakarta mendatangi  hotel-hotel untuk mengumpulkan roti-roti sisa ( yang esok hari ), lalu ia  membawanya ke penampungan-penampungan dan yayasan-yayasan anak yatim yang tersebar di berbagai wilayah.
Lalu, adakah kesulitan dalam mengasuh anak yatim? " Kalau kita punya kemauan, tidak ada yang musthil, Insyaallah." Jawabnya singkat, saat di tanya mengenai kesuksesannya dalam membina ratusan bahkan ribuan anak yatim.
Dia, mengisahkan, pada tahun 1984, pak Houtman yang mengundang Muhammad Ali, sang petinju legendaris, berkunjung ke rumahnya dimana, terdapat anak yatim. Kala itu, Ali sedang ditimpa sakit parkinston, tidak dapat bergerak bebas dan tidak bisa mengendalikan tubuhnya saat berjalan layaknya orang sehat. Namun, saat bertandang ke rumah beliau, Ali tampak sangat sehat. Ia melangkah, berlari-lari dan bermain dengan bebasnya bersama anak-anak yatim layaknya orang  sehat. Bahkan, ia naik turun tangga sembari menggendong anak yatim layaknya seorang yang segar bugar.

Kisah lainnya, beliau pernah menemukan seorang bayi yang di buang oleh ibunya. Punuknya memanjang hinga ke punggungnya, kedua kakinya saling menyilang, demikian pula dengan tangannya. Mungkin karena itulah orangtuanya membuangnya, hinga muka bayi tersebut di kerumuni semut.

Merasa iba melihat bayi tersebut, beliau mebawa bayi tersebut ke rumahnya. Saat sampai di rumah, beliau merasakan sesuatu yang berbeda, rumah yang tadi terlihat dan terasa sempit tiba-tiba menjadi lapang dan luas. Luar biasa! " setelah kejadian itu, kejadian demi kejadian terus terjadi mengiringi kami" kenangnya.

Namun, selang beberapa hari kemudian, bayi itu jatuh sakit. Beliau langsung membawa ke rumah sakit di Bilangan, Pondok Indah. Entah karena kondisi bayi yang tidak sempurna sehingga pihak rumah sakit menolaknya atau karena sebab lain, kendati kala itu beliau memperlihatkan segala bentuk kartu perbankan miliknya sebagai bukti kesungguhan dan kemampuanya seluruh tagihan perawatan.

Karena ditolak, beliau kemudian memacu mobilnya menuju kerumah sakit di Bilangan, Jakarta  Barat, dengan harapan bayi itu segera mendapat pertolongan.  Sesampainya disana , ia disambut oleh par suster penjaga, selang beberapa menit kemudian, puluhan dokter berjejer sembari memerhatikan bayi mungil tersebut, " Mohon ditempatkan di tempat di ruang VIP. Saya tidak mau anak saya menjadi tontonan orang banyak", tegasnya kepada para dokter dengan menyebut bayi itu, sebagai anaknya. Subhanaallah!

 Setiap hari beliau bolak-balik antara rumah, kantor dan rumah sakit. Tak jarang beliau dating ke rumah sakit. Tak jarang beliau dating ke kantor dan rumah sakit dengan berpakaian kerja, jas dan dasi yanag masih mengganatung, karena sayangnya kepada anak itu.

Waktu terus bergulir, menit demi menit, jam demi jam, dan hari demi hari, namun anak itu belum juga mengalami perubahan signifikan, saat tengelam dalam penantian akan kesembuhan anaknya, beliau tiba-tiba mendapat berita bahwa tantenya di semarang meninggal dunia. Beliau langsung menuju bandara diantar oleh supirnya.

Namun, sesaat sebelum naik pesawat, ia mendapat telepon dari rumah sakit bahwa anaknya meninggal dunia. Inna lillahi wa inna lillahi raj'un

" Tante disana ada yang mengurus. Anak ini siapa yanag akan mengurusnya selain saya? " pak Houtman membatin. Beliau mengurungkan niatnya ke semarang, demi untuk mengurus anaknya yang baru saja dipanggil oleh Allah Swt.

Sesampai di rumah sakit, beliau langsung menuju ke ruang mayat. Subhanaallah , disana beliau mendapati bau yang sangat harum, belum pernah ia mencium bau yang sesejuk dan seharum itu. Bau harum istimewa tersebut terus menyertainya sepanjang jalan sampai ke kuburan.

Setelah anak itu di masukkan ke liang lahat, salah seorang teman, sebut saja namanya sukanto, meminta izin kepada beliau untuk turun mendo'akannya, Karena saya menilai niatnya itu baik, maka saya tak dapat melarangnya. Ujarnya

Namun, setelah puluhan menit sukanto berdo'a ia belum juga berdiri. Ia tak mau beranjak pergi dari kuburan tersebut. Saat ditanyakan alasannya, sukanto menjawab, "Saya melihat pemandangan yang indah sekali, sebuah pemandangan yang tiada taranya, " jawabnya.

 Setelah pemakaman usai, saya berdiri dan berucap terimakasih kepada kawan-kawan yang telah turut meyertai anak kami, " Satu hal yang memang sengaja saya tak lakukan adalah meminta maaf seperti yang lazim dilakukan oleh banyak orang, karena saya yakin betul, anak itu tak mempunyai kesalahan apapun, sehingga saya tak perlu memohon maaf, " Tegasnya.

Itulah deretan keajaiban yang ia alami saat menyantuni dan mengasihi anak yatim. Beribu berkah melimpah dari Allah Swt, tanda-tanda ridha yang ia berikan kepada hamaba-Nya yang taat dan mencintai orang-orang yang terniaya.
Belum lama ini, Allah memanggil pak zainal. Berikut ini ungkapan sahabatnya. Jamil Azzani tentang sosok seorang yang luar biasa, bapak Houtman Zainal Arifin (HZA). Hanya berijazah SMA, mengawali karir sebagai Vice President di Citibank. Ribuan jam telah saya habiskan bersama beliau, baik saat menjadi relawan di Aceh, berdiskusi, rapat, memberikan training dan ngobrol santai.

Saat saya makan malam bersma HZA di emperan Jl. Malioboro jogja tahun 2010, ada pengamen yang suaranya begitu merdu, ia meminta pengamen itu menyanyikan beberapa lagu. Usai menyanyi pengamen itu ketiban rezeki ratusan ribu rupiah. Dalam hati saya, " Wuih banyak amat ngasihnya."

Setelah pengamen itu pergi, HZA berkata kepada saya, " Mas Jamil , pengamen tadi memberi pelajaran kepada kita. Ia suaranya begitu enak di dengar, kita pun ikut bersenandung mengikutinya. Kita tidak sayang memberikan bayaran yang lebih tinggi dibandingkan pengamen lainnya. "

Saat saya sedang berusaha mencerna makna pesan itu, HZA kemudian berututur, " Begitulah saat kamu berdo'a. begitu lama do'amu tak jua dikabulakan, itu pertanda Allah merindukan suaramu ( do'amu). Teruslah berdo'a dan jangan berhenti, balasan yang lebih besar sudah disiapkan oleh Allah untuk kamu."

Pelajaran-pelajaran sarat makna, seperti itu selalu saya dapatkan saat bersama HZA. Namun tujuh hari yang lalu, laki-laki itu telah tiada. Terlalu banyak yang sudah saya dapatkan darinya. Saat saya diminta memberi sambutan sebelum di berangkatkan di pemakaman, saya kehabisan  kata-kata, ia begitu bermakna bagi kehidupan saya.

Saat sudah tidak bernyawa, ia masih memberi pelajaran kepada saya, kok bisa? Hingga meninggal, HZA hidup bersama 39 anak yatim yang tinggal satu rumah bersamanya, para tetangga dengan sukarela membuka pintu gerbang rumahnya, menyediakan tempat parkir bagi ribuan orang yang datang silih berganti memberi penghormatan terakhir.

Hati saya bergetar saat prosesi shalat jenazah di masjid. Ternyata ribuan orang sudah menunggunya untuk ikut menyalatkan HZA. Saat pemakaman anak-anak yatim yang dirawatnya memohon ikut menaburkan bunga diatas pusarannya. Makam lelaki hebat ini pun terletak diantara ibu kandung dan ibu angkatnya. Semoga ini semua pertanda bahwa tempat yang layak baginya memang tempat yang mulia, yaitu surge firdaus.

Sumber : The miracle of giving, Ustdz Yusuf Mansur


Tidak ada komentar:

Posting Komentar